Tampilkan postingan dengan label Makalah Study Ilmu Fiqih. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Makalah Study Ilmu Fiqih. Tampilkan semua postingan

Senin, 07 Mei 2012

sholat


SHOLAT

1.    Pengertian Sholat
Pengertian sholat secara bahasa berarti “do’a”. Sedangkan menurut istilah, sholat ialah “Ibadah yang tersusun dari perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbirotul ihram, diakhiri dengan salam, dan memenuhi syarat yang ditentukan”.[1]
Dalil tentang Sholat, adalah suratAl-Ankabut ayat 45:


 


Artinya:”Sesungguhnya sholat itu mensegah perbuatan yang keji dan yang mungkar”. (Al-Ankabut : 45)


This File presented by:

Nama  : Khoirul Mustova
NIM    : 210910102
Kelas  : TI.D



2.    Waktu Sholat Fardhu
Sholat wajib sehari semalam ada lima waktu. Dan waktu-waktunya sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Allah berfirman:

¨bÎ) no4qn=¢Á9$# ôMtR%x. n?tã šúüÏZÏB÷sßJø9$# $Y7»tFÏ. $Y?qè%öq¨B


“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (An-Nisa:103)



a.       Waktu Sholat Subuh
Waktu sholat subuh adalah mulai dari terbit fajar sampai sebelum terbit matahari.[2]

وقت صلاة الصبح من طلوع الفجر مالم تطلع الشمس. رواه مسلم

Artinya: “Waktu salat subuh ialah dari terbit fajar selama belum terbit matahari. (Riwayat Muslim)

b.      Waktu Sholat Dhuhur
Awal waktunya adalah setelah matahari tergelincir dari pertengahan langit. Akhir waktunya, apabila bayang-bayang sesuatu benda telah sama dengan panjang bendanya.

وقت الظهر ااذا زلت الشمس مالم يحضر العصر. رواه مسلم

Artinya: “Waktu Dhuhur ialah apabila tergelincir matahari ke sebelah barat, selama belum datang waktu asar”. (Riwayat Muslim)

c.       Waktu Sholat Ashar
Waktu ashar adalah mulai dari habisnya waktu dhuhur (bayang-bayang sesuatu benda telah sama dengan panjang bendanya) sampai terbenamnya matahari.
وقت العصر مالم تغرب الشمس. رواه مسلم

Artinya: “Asar waktunya sebelum matahari terbenam”. (Riwayat Muslim)



d.      Waktu Sholat Maghrib
Waktu sholat maghrib adalah mulai dari terbenamnya matahari sampai hilangnya mega merah (syafaq).

وقت المغرب مالم يضب الشفق. رواه مسلم

Artinya: “Maghrib waktunya sebelum hilang syafaq”. (Riwayat Muslim)

e.       Waktu Sholat Isya
Mulai dari habisnya waktu maghrib (hilangnya mega merah) samapi terbit fajar.[3]

3.    Syarat-syarat syah sholat:
a.       Beragama Islam.
b.      Suci dari hadast dan najis seluruh anggota badan, pakaian dan tempat.
c.       Sudah baligh. Tanda baligh bagi laki-laki antara lain mimpi basah, telah keluar jakun, dan telah keluar mani. Bagi perempuan adalah mulai menstruasi atau haid.
d.      Berakal.
e.       Menutup aurat.
f.        Menghadap kiblat.
g.       Telah masuk waktu sholat.

4.    Rukun- rukun sholat:
a.       Niat
  1. Berdiri(bagi yang mampu)
  2. Takbiratul ihram
  3. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat
  4. Ruku' dengan tuma'ninah
  5. I'tidal dengan tuma'ninah
  6. Sujud dua kali dengan tuma'ninah
  7. Duduk antara dua sujud dengan tuma'ninah
  8. Duduk tasyahud akhir
  9. Membaca tasyahud akhir
  10. Membaca shalawat nabi pada tasyahud akhir
  11. Membaca salam yang pertama
  12. Tertib (melakukan rukun secara berurutan)
5.    Sunat-sunat sholat
a.         Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram samapi ujung jari sejajar telinga dan telapak tangan setinggi bahu. Mengangkat kedua tangan ketika akan rukun dan ketika bangun dari rukuk.
b.        Meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, dan keduanya diletakkan di bawah dada.
c.         Membaca do’a iftitah sesudah takbirotul ihram, sebelum membaca suratAl-fatihah.
d.        Melihat kearah tempat sujud.

6.    Hal-hal yang membatalkan sholat
a.       Makan minum dengan sengaja
b.      Berbicara dengan sengaja
c.       Semua hal yang keluar dari 2 jalan
d.      Tertawa terbahak-bahak
e.       Bergerak 3x berturut-turut diluar gerakan sholat
f.        Murtad
g.       Meninggalkan salah satu rukun sholat
h.       Keluar niat



7.    Makruh Sholat:
a.       Memulai sholat dalam keadaan mabuk.
b.      Menghadap keatas.
c.       Berkacak pinggang.
d.      Memainkan pakaian.
e.       Menahan hadats.

8.    Mubah Sholat
     Hal-hal yang diperbolehkan dalam sholat:
a.       Menangis, asal tidak meraung-raung.
b.      Menoleh ke kanan atau ke kiri dengan maksud yang jelas.
c.       Membunuh hewan yang sekiranya membahayakan.
d.      Mengucapkan subhanallah bagi laki-laki.

9.    Hukum-hukum Sholat
a.       Sholat Wajib
Sholat yang mempunyai hukum wajib adalah sholat fardhu (5 waktu) dan sholat jum’at.
b.      Sholat Sunnah
1)        Shalat Tahajjud
Adalah shalat sunah yang dilakukan pada malam hari setelah tidur terlebih dahulu, karena arti Tahajjud adalah bangun pada malam hari.Afdhalnya shalat Tahajjud dilakukan pada sepertiga malam yang akhir yaitu kira-kita mulai jam 1.00 malam sampai menjelang masuk waktu shubuh berdasarkan hadits Nabi:"Perintah Allah turun ke langit diwaktu tinggal sepertiga yang akhir dari waktu malam, lalu berseru, adakah orang-orang yang memohon ( berdoa ) pasti akan kukabulkan, adakah orang yang meminta, pasti akan kuberikan dan adakah yang mengharap ampunan, pasti akan kuampuni baginya sampai tiba waktu shubuh"(al  Hadits).[4]
2)        Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah yang dilakukan setelah terbit matahari sampai menjelang masuk waktu zhuhur. Afdhalnya dilakukan pada pagi hari disaat matahari sedang naik ( kira-kira jam 9.00 ). Shalat Dhuha lebih dikenal dengan shalat sunah untuk memohon rizki dari Allah, berdasarkan hadits Nabi : " Allah berfirman : Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang ( Shalat Dhuha )  niscaya pasti akan Aku cukupkan kebutuhanmu pada akhir harinya " ( HR.Hakim dan Thabrani ).[5]
3)        Sholat Hajat
Sholat yang dilakukan agar apa yang menjadi keinginan, cita-cita atau hajatnya dikabulkan / dimudahkan oleh Allah SWT.
4)        Sholat Tahiyatul Masjid
Sholat 2 rakaat yang yang dikerjakan sebelum duduk ketika memasuki masjid.
5)        Sholat Rawatib
Sholat sunnat yang mengikuti sholat-sholat fardhu, baik yang dikerjakan sebelum sholat fardhu maupun sesudah sholat fardhu. Menurut hukumnya, sholat sunnat rawatib dibagi menjadi dua, yaitu sunnat mu’akkad dan sunnat ghairu mu’akkad. Yang termasuk sunnat mu’akkad adalah:
-       Dua rakaat sebelum sholat Shubuh
-       Dua rakaat sebelum sholat Dhuhur
-       Dua rakaat sesudah sholat Dhuhur
-       Dua rakaat sesudah sholat Maghrib
-       Dua rakaat sesudah sholat Isya’
6)        Sholat Sunnat Hari Raya
Sholat sunnat hari raya dibagi menjadi dua yaitu sholat hari raya idul fitri dan sholat hari raya idul adha. Shalat hari raya idul fitri adalah sholat dua rakaat yang dikerjakan setahun sekali tepatnya pada tanggal 1 syawal pada pagi hari. Sedangkan sholat hari raya idul adha dikerjakan pada tanggal 10 Dzulhijjah.[6]Kedua sholat ini hukumnya sunnat mu’akkad dan lebih baik dikerjakan dengan berjama’ah. Tempatnya boleh di masjid atau di lapangan, serta dilakukan sebelum khutbah.
10.     Rukhsah dalam sholat
a.     Shalat Qasar
Salat Qashar adalah melakukan salatdengan meringkas/mengurangi jumlah raka'at salat yang bersangkutan. Salat Qashar merupakan keringanan yang diberikan kepada mereka yang sedang melakukan perjalanan (safar). Adapun salat yang dapat diqashar adalah salat dzhuhur, ashardan isya, dimana raka'at yang aslinya berjumlah 4 dikurangi/diringkas menjadi 2 raka'at saja.
Hukum salat qasar dalam mazhab syafi’I harus (boleh), bahkan lebih baik bagi orang yang dalam perjalanan serta cukup syarat-syaratnya.[7]
Dalil shalat qasar adalah firman Allah SWT :

 





Artinya: “Apabila kamu berjalan di bumi, maka tiada berdosa kamu memendekkan sembahyang, jika kamu takut akan disakiti oleh orang-orang kafir. Sungguh orang-orang kafir itu musuhmu yang nyata”. (An-Nisa’: 101)
Syarat sholat Qashar adalah:
1)      Perjalanan yang dilakukan itu bukan perjalanan maksiat.
2)      Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80,640 km.
3)      Sholat yang di qashar itu sholat empat rakaat.
4)      Tidak bermakmum kepada orang yang tidak sholat qashar.

b.    Shalat Jama’
Sholat jama’ adalah dua sholat wajib yang dikerjakan dalam satu waktu.  Apabila dikerjakan dalam waktu sholat yang pertama disebut sholat jama’ taqdim, dan bila dikerjakan dalam waktu sholat yang kedua disebut sholat jama’ ta’khir.
Syarat-syarat sholat jama’ antara lain:
1)      Niat jama’ dilakukan pada sholat pertama.
2)      Berurutan antara keduanya yakni tidak boleh diselingi oleh sholat yang lain.
3)      Dikerjakan sesuai urutan sholat, mislanya sholat dhuhur dan ashar, maka sholat dhuhur dahulu lalu sholat ashar, walaupun jama’ takhir.[8]

c.     Sholat bagi orang yang sakit
Sholat lima waktu hukumnya wajib dan tidak boleh ditinggalkan, walaupun dalam keadaan sakit sekalipun asalkan fikirannya masih sempurna. Oleh karena itu bagi orang sakit yang akan mengerjakan sholat, bila tidak mampu sholat dengan berdiri maka boleh mengerjakan sholat dengan duduk, bila tidak mampu dengan duduk, maka boleh mengerjakan sholat dengan berbaring miring atau terlentang, bila masih tidak mampu maka boleh mengerjakan sholat dengan isyarat.[9]

Daftar Isi

Drs. Abu Bakar S.M, Risalah Tuntunan Sholat Lengkap, Surakarta: Al-Hikmah
H. Rasjid Sulaiman. Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensido,2001
http://nursyifa.hypermart.net/khazanah_islamiah/sholat_tahajud.html


[1] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung:PT. Sinar Baru Algensido,2001), hal: 53
[2] Ibid, hal: 62
[3]Ibid, hal: 61-64
[4] http://nursyifa.hypermart.net/khazanah_islamiah/sholat_tahajud.html
[5] http://nursyifa.hypermart.net/khazanah_islamiah/sholat_tahajud.html
[6]Drs. Abu Bakar S.M, Risalah Tuntunan Sholat Lengkap, (Surakarta: Al-Hikmah) hal : 85
[7] H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hal: 118
[8]Drs. Abu Bakar S.M, Risalah Tuntunan Sholat Lengkap,hal: 63
[9]Ibid, hal: 66

ZAKAT PETERNAKAN


 
ZAKAT PETERNAKAN

  1. Pengertian Zakat Peternakan

Yaitu zakat yang harus dikeluarkan atas binatang ternak yang dimiliki. Para ulama’ sepakat dalam menentukan jenis dari binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya, yaitu: unta, kerbau, sapi, kambing, domba, ayam, burung, ikan.[1]Hewan lainnya seperti kuda, keledai, dan khimar memunculkan perbedaan pendapat dikalangan para ulama’ mengenai wajib atau tidaknya dikeluarkan zakat.[2]Menurut pendapat jumhur ulama’ memandang bahwa tak ada zakat pada kuda, karena kuda sebagai tunggangan, kuda perang, ataupun kuda angkutan itu hanya dipelihara untuk mencukupi kebutuhan pemiliknya,[3]yaitu dipelihara sebagai perhiasan atau digunakan tenaganya.[4]Sedangkan menurut Abu Hanifah bahwa kuda wajib dizakati, karena mengandung sifat subur, berkembang biak dengan jalan diternakkan.[5]
Mengenai dalil diwajibkannya zakat binatang ternak ada pada surat An-Nahl ayat 66, yang berbunyi:T
his file Presented by:
Nama  : Imam Rahmad B.

NIM    : 210910029
 
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُّسْقِيكُم مِّمَّا فِي بُطُونِهِ مِن بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ .لَّبَناً خَالِصاً سَآئِغاً لِلشَّارِبِينَ
Artinya:
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya”. (QS. An-Nahl: 66).
B. Syarat dan Ketentuan Zakat Peternakan

1.      Sudah mencapai nishab. Pembagian-pembagian nishabnya adalah sebagai berikut:
a.       Nishab Unta.[6]
1)      5-9 ekor, zakatnya 1 ekor kambing
2)      10-14 ekor, zakatnya 2 ekor kambing, dan seterusnya, setiap bertambah 5 ekor unta bertambah pula 1 ekor kambing yang harus dikeluarkan.
3)      25-35 ekor, zakatnya 1 ekor unta bintu makhad, yaitu anak unta betina umur 1-2 tahun.
4)      36-45 ekor, zakatnya 1 ekor unta bintu labun, yaitu anak unta betina umur 2-3 tahun.
5)      46-60 ekor, zakatnya 1 ekor unta hiqqoh, yaitu anak unta betina umur 3-4 tahun.
6)      61-75 ekor, zakatnya 1 ekor unta jadz’ah, yaitu anak unta betina umur 4-5 tahun.
7)      76-90 ekor zakatnya 2 ekor unta bintu labun.
8)      91-120 ekor, zakatnya 2 ekor unta hiqqoh.
9)      Selanjutnya Jika jumlahnya lebih, maka setiap 40 ekor, zakatnya 1 ekor unta bintu labun dan setiap 50 ekor, 1 ekor unta hiqqoh.
b.      Nishab Sapi atau kerbau[7]
1)      30-39 ekor, zakatnya 1 ekor sapi jantan atau betina umur 1-2 tahun. Tidak ada tambahan lain hingga banyaknya mencapai 60 ekor.
2)      60-69 ekor, zakatnya 2 ekor sapi jantan umur 1-2 tahun.
3)      70-79 ekor, zakatnya 2 ekor sapi, 1 ekor betina berumur 2 tahun dan satu ekor jantan berumur 1 tahun.
4)      80-89 ekor, zakatnya 2 ekor sapi betina umur 2-3 tahun
5)      Selanjutnya setiap bertambah 30 ekor sapi, zakatnya 1 ekor sapi jantan berumur 1 tahun lebih dan setiap bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor sapi betina berumur 2 tahun lebih.
c.       Nishab Kambing atau Domba[8]
1)      40-120 ekor, zakatnya ialah 1 ekor kambing
2)      121-200 ekor, zakatnya ialah 2 ekor kambing
3)      200-300 ekor, zakatnya ialah 3 ekor kambing betina.
4)      Selanjutnya jika lebih dari 300 ekor, maka setiap 100, dikeluarkan 1 ekor kambing betina.
2.      Mencukupi haul ( 1 tahun kepemilikan secara sempurna).
3.      Binatang ternak digembalakan. Ulama’ berbeda pendapat lamanya waktu penggembalaan. Menurut Abu Hanifah dan Ahmad, binatang yang digembala dalam sebagian tahun, terhadapnya wajib zakat. Sedangkan menurut Imam Syafi’i, binatang yang wajib zakat adalah binatang yang dikembala sepanjang tahun.[9]
4.      Binatang ternak tidak dipakai untuk bekerja.
Kemudian binatang seperti ayam, bebek, ikan yang sifatnya dapat berkembang dan diternakkan menjadi banyak. Mengenai hal ini agak berbeda yaitu nishab yang digunakan bukan pada jumlahnya, namun dihitung berdasarkan skala usaha atau hasil yang diperoleh, dan nishabnya disetarakan dengan nilai 85 gram emas.[10]



DAFTAR PUSTAKA

Maghfiroh, Mamluatul. Zakat. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani, 2007.
Ulfah, Isnatin. Fiqih Ibadah. Ponorogo: STAIN PoPRESS, 2009.





[1] Mamluatul Maghfiroh, Zakat ( Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani, 2007), 53.
[2] Isnatun Ulfah, Fiqih Ibadah (Ponorogo: STAIN PoPRESS, 2009), 112.
[3] Mamluatul Maghfiroh, hlm. 61.
[4] Isnatin Ulfah, hlm. 112.
[5] Mamluatl Maghfiroh, hlm. 61.
[6] Isnatin Ulfah, hlm. 115-116.
[7] Mamluatul Maghfiroh, hlm. 58.
[8] Ibid, 59.
[9] Ibid, 55.
[10]Ibid, 61.