Kamis, 20 Oktober 2011

Pengertian Ilmu Kalam


A.    Pembahasan
1.      Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu Kalam secara etimologi adalah menurut kamus besar Arab adalah القولُ= الكلامُyang bermakna “berbicara, barkata”. Istilah lain dari Ilmu Kalam adalah teologi islam, yang diambil dari Bahasa Inggris, theology. William L. Reese mendefinisikannya dengan discourse or reason concerning god ( dikursus atau pemikiran tentang Tuhan).[1] Dengan mengutip kata-kata William ockham, Reese lebih jauh mengatakan, “theology to be a discipline resting on revealed truth and independent of  both philosophy and science”, (teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan). Sementara itu, Gove mengatakan bahwa teologi adalah penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.[2]
      Sedangkan Ilmu kalam secara terminologi adalah suatu ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika dan filsafat. Selain itu, definisi Ilmu Kalam juga mempunyai banyak pendapat, antara lain:
a.       Mustofa Abdul Rozaq
انَّ هذَاالعلمُ يعْتمد علَى البرَاهِيْنَ العَقلِيَّة فيمَا يَتعلَّقُ بِا العَقا ئدِ الاِيمَانيّة ايِّالبحْثُ فىالعقَائدِ الاسلاَميَّةِ اعتمادًا على العَقْلِ.
“Ilmu ini ( Ilmu Kalam ) yang berkaitan dengan akidah imani ini sesungguhnya dibangun di atas argumen-argumen rasional atau ilmu yang berkaitan dengan akidah isami ini bertolak atas bantuan nalar”.
b.      Al-Farabi
الكلاَمُ علمٌ يُبحَثُ فيه عن ذاتِ اللهِ تَعالى وَصِفاتهِ واحوالِ المُمكناتِ منَ المبْداء واامعَاد على قَانُون السلآمِ والقَيدِ الاخيرِ لإخْراجِ العِلمِ الإِلهيِّ لِلفلاسفَةِ
“Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah beserta eksistensi semua yang memungkinkan, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandasan doktrin islam. Stressing akhirnya artinya memproduksi ilmu ketuhanan secara Fil.[3]
c.       Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai berikut:
هُوَ عِلْمٌ يَتَضَمَّن الحجَّاجَ عن العَقائد الايما نِيّةِ باِلأدِلّةِ العَقليّةِ
“Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagaiargumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional”.[4]
2.      Sumber-sumber dan Kajian Ilmu Kalam
Sumber-sumber Ilmu Kalam adalah berikut ini:
a.       Al-Qur’an
Sebagai sumber Ilmu Kalam di dalam Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan diantaranya adalah:[5]
1)          Q.S. Al-Ikhlas ( 112 ):3-4. Ayat ini menunjukkan bahwa, Tuhan tidak beranak dan tidak pula di peranakkan. Serta tidak ada sesuatupun di dunia ini yang nampak sekutu ( Sejajar) dengan-Nya.
2)          Q.S. as-syura (42): 7. Ayat ini menunjukkan bahwa, Tuhan tidak menyerupai apapun didunia ini. Ia maha mendengar dan maha mengetahui.
3)          Q.S. Al-Furqon (25):53. Ayat ini menunjukkan bahwa, Tuhan yang maha penyayang bertahta di atas “Arsyi”. Ia pencipta langit, bumi dan semua yang ada di antara keduanya.
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah ketuhanan yang berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi ketuhanan.
b.      Hadits
Hadits Nabi SAW pun banyak membicarakan masalah-masalah yang dibahas Ilmu Kalam.[6] Hadits yang kemudian dipahami ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam Ilmu Kalam. Diantaranya adalah:
“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a. Ia mengatakan bahwa Rosulullah SAW bersabda: “orang-orang yahudi akan terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah menjadi 70 golongan”. Syeikh Abdul Qodir mengomentari bahwa hadits yang berkaitan dengan faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajian Ilmu Kalam, mempunyai sanad sangat banyak.[7] Diantara sanad yang sampai Nabi adalah dari sahabat, seperti Anas Bin Malik, Abu Hurairoh, Abu Ad-darda, Jabir, Abu Said Al-Khudri. Dan lain sebagainya.
Oleh karena itu perpecahan umat seperti tersebut di atas pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dengan melihat yang tersimpan dari hati para sahabatnya. Maka hadits itu diperuntukkan sebagai peringatan kepada sahabat bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan. [8]
c.       Pemikiran Manusia
Sebelum filsafat yunani masuk dan berkembang di dunia islam, umat islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal  yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an terutama yang belum jelas maksudnya. Keharusan untuk menggunakan rasio ternyata terdapat pijakan dari beberapa ayat Al-Qur’an diantaranya[9]:
اَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ القُرانَ اَمْ على قُلُوبٍ اَقْفالُهَا(محمّد:24 )
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci”. (Q.s. Muhammad (47) :24)
            Ayat serupa ini dapat ditemukan pada An-Nahl (16): 68-69, Al-Jatsiyah (45): 12-13, Al-Isro’(17): 44, Al-An’am (6):97-98, At-Taubah (9): 122 dan lain-lain. Semua ayat tersebut berkaitan langsung dengan anjuran motivasi, bahkan perintah kepada manusia untuk menggunakan rasio. Dengan demikian, manusia dapat melaksanakan fungsi utamanya, yakni sebagai kholifah Allah SWT, untuk mengatur dunia.
Dengan demikian jika ditemukan seorang muslim telah melakukan suatu kajian obyek tertentu dengan rasionya, hal secara teoritis bukan adanya pengaruh dari pihak luar saja, tetapi karena adanya perintah langsung Al-Qur’an sendiri.[10]
d.      Insting[11]
Insting adalah suatu kecenderungan berperilaku yang diwarisi dari nenek moyangnya. Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertahan oleh sebab itu kepercayaan adanya tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama dikalangan orang-orang primitif.[12] Tylor justru mengatakan bahwa animisme anggapan adanya kehidupan pada benda-benda mati merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan. Adapun Spencer mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa animisme dan pemujaan nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dan ibadah tertua terhadap Tuhan yang maha Esa.
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara historis, Ilmu Kalam bersumber pada Al-Qur’an, Hadits, pemikiran manusia dan insting. Ilmu Kalam adalah sebuahh ilmu yang memepunyai obyek tersendiri, teristematisasikan dan mempunyai metodologi sendiri. Dikatakan oleh Musthafa Abd Ar-Raziqbahwa ini bermula di tangan pemikir mu’tazilah, Abu Hasyim, dan kawannya Imam Al-Hasan bin Muhammad bin Hanifah.[13] Adapun orang pertama membentangkan pemikiran kalam secara lebih baik dengan logikanya adalah Imam Al-Asy’ari. Ahli Sunnah Wal Jama’ah, melalui tulis-tulisannya yang terkenal yaitu Al-Maqalat.[14] Dan Al-Ibanah An-Uzhul Ad Diyanah.
3.      Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf
A.    Titik Persamaan
Ilmu Kalam, Filsafat menuru william L-resee mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata yunani Philos Sophia. Philos artinya mencintai, sedangkan shophia artinya wisdom (kebijaksanaan). Filsafat diartikan juga dengan sahabat pengetahuan.[15] obyek kajian Ilmu Kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. obyek kajian filsafat adalah masalah ketuhan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu, obyek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari aspek obyeknya ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.
            Argumentasi filsafat sebagaimana Ilmu Kalam dibangun di atas dasar logika. Olek karena itu, hasil kajiannya filsafat bersifat spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimental)[16]. Kerelatifan hasil karya logika itu menyebabkan beragamnya kebenaran yang dihasilkannya.
            Baik Ilmu Kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu Kalam, dengan metodenya sendiri berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun manusia (yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada di luar atau di atas jangkauannya), atau tentang tuhan. Sementara itu, tasawuf juga dengan metodenya yang tipikal berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spiritual menuju tuhan.
B.     Titik Perbedaan
Perbedaan di antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu Kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika argumentasi-argumentasi naqliah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika (sadoliyah) dikenal dengan istilah dialog keagamaan. Sebagai sebuah dialog keagamaan, Ilmu Kalam berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan melalui argumen-argumen rasional. Sebagian ilmuan bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisi keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan pelaksanaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan pendekatan rasional.[17]
            Sementara itu filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional-metode yang digunakanpun adalah metode rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan (mengembarakan atau mengelarakn) akal budi secara tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri yang bernama logika.[18] Peranan filsafat sebagaimana dikatakan socrates adalah berpegang teguh pada ilmu pengetahuan melalui usaha penjelasan konsep-konsep
            Adapun Ilmu Tasawuf adalah ilmu yng lebih menekankan rasa daripada rasio. Oleh sebab itu, filsafat dan tasawuf sangat distingngtif. Sebagai sebuah ilmu yang prosesnya dari rasa. Ilmu tasawuf bersifat sangat subyektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman seseorang.
            Di dalam pertumbuhannya Ilmu Kalam (trologi) berkembang menjadi theologi rasional dan teologi tradisional. Filsafat berkabang menjadi sains dan filsafat itu sendiri sain berkembang menjadi sainkealaman, dan sosial. Sedangkan tasawuf berkembang menjadi tasawuf praktis dan tasawuf teoritis.


[1] William L Reese, Dictionary of philosophy and religion, humanitas Press Ltd, USA, 1980, 28.
[2] Philop Bob Cock bove (Ed), Websters’s third New International Dictionary of the English language, G8c Merviam Company Publishers, 1966, 2371.
[3] Raziq, op. Cit. Hlm.
[5] Ibid, hlm, 260-261.
[6] Ibid, 810
[8] Haru Natition, Akal dan Wahyu dalam Islam(UI Press:Jakarta, 1986), 39-51.
[11] Al-Akkad. Op.cit. 14
[13] Harun Natition, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan(UI Press:Jakarta), 6.
[14] William Resee, Dictionary of Philisophy and religion

0 komentar:

Posting Komentar