Senin, 07 Mei 2012

Hadist Maudhu’


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1.       
Seluruh umat Islam, baik ahli naqli atau ahli aql telah sepakat bahwa hadist merupakan salah satu sumber hukum Islam dan seluruh umat Islam diwajibkan mengikutinya sebagaimana mengikuti Al-Qur’an.
Tegasnya bahwa Al-Qur’an dan Hadist merupakan dua sumber hukum Islam yang tetap, sehingga orang Islam tidak mungkin mampu memahami syari’at Islam, tanpa kembali kepada kedua sumber tersebut.
Walaupun Hadist mempunyai fungsi dan kedudukan begitu besar, namun Hadist tidak sebagaimana Al-Qur’an yang secara resmi telah ditulis dan terjaga keasliannya. Kesenjangan waktu antara wafatnya Rasulullah SAW dengan waktu pembukuan Hadist (hampir 1 abad) merupakan kesempatan yang baik bagi orang-orang atau kelompok tertentu untuk membuat dan mengatakan sesuatu kemudian menisbatkannya kepada Rasulullah SAW dengan alasan yang dibuat-buat. Sehingga seolah-olah yang mereka katakan itu adalah Hadist yang bersumber dari Rasulullah SAW, namun sebenarnya semua itu adalah perkataan mereka semata yang merupakan hadist palsu.

B. Rumusan Masalah

  1. Apakah pengertian dari Hadist Maudhu’?
  2. Bagaimana latar belakang kemunculan Hadist Maudhu’?
  3. Bagaimana cara untuk mengetahui Hadist Maudhu’?

C. Tujuan Penulisan

1.      Untuk menjelaskan pengertian Hadist Maudhu’
2.      Untuk menjelaskan latar belakang kemunculan Hadist Maudhu’
3.      Untuk menjelaskan cara untuk mengetahui Hadist Maudhu’
BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Hadist Maudhu’

Maudhu’ adalah isim maf’ul dari :وَضَعَ – يَضَعُ – وَضْعًا  yang menurut bahasa berarti  اَلاْءِ سْقَاطُ (meletakkan atau menyimpan) اَلاْ ءِفْتِرَاءُ وَاخْتِلاَقُ(mengada-ada atau membuat-buat), dan اَلتَّرْكُ أَيْ اَلْمَتْرُوْكُ (ditinggalkan).[1]Hadis maudhu’ juga berarti “turun” menjadi rendah, disebut maudhu’ karena turunnya tingkatan hadist. Hadist maudhu’ adalah hadist yang dibuat-buat atau diciptakan atau didustakan atas nama Nabi Muhammad SAW. Menurut Ahmad Amin, hadis maudhu’ sudah ada sejak masa Rasulullah.[2]
Sedangkan pengertian hadist maudhu’ menurut istilah ahli hadist adalah :

مَا نُسِبَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . اِخْتِلاَقًا وَكَذَبًا مَمَّالَمْ يَقُلْهُ أَوْيُقِرْهُ . وَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ اَلمْخُتَلَقُ اْلمَصْنُوْعُ .

Artinya :
“Hadist yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan tidak memperbuatnya. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadis maudhu’ ialah hadis yang dibuat-buat.”[3]
Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa hadist maudhu’ bukanlah hadist yang bersumber dari Rasulullah atau dengan kata lain bukan merupakan hadist Rasul, paling tidak sebagian, namun hadis tersebut disandarkan kepada Rasul.[4] Dasarnya adalah munculnya hadist maudhu’:
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار . رواه البخارى
Artinya:
“Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku maka hendaklah tempatnya di neraka.” (H.R. Bukhari)[5]
Contoh hadist maudhu’ :

مَا رَوَاهُ عَبْدِ اللهِ بْنِ اَبِيْ اَوْفِى اَنَّهُ قَالَ : رَاَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّكِأً عَلَى عَلِيٍّ وَاِذَا اَبُوْا بَكْرٍ وَعُمَرُا قَبَلاَ فَقَلَ يَا اَبَا اْلحَسَنِ اَحِبَّهُمَا فَحُبِهِمَا تَدْخُلُ اْلجَنَّةَ .
Artinya:
“Aku melihat Nabi sedang bersandar pada Ali, tiba-tiba sahabat Abu Bakar dan Umar datang menghadap, maka Nabi bersabda wahai Abal Hasan, cintailah Abu Bakar dan Umar karena dengan mencintainya kamu akan masuk surga.”

B.     Latar Belakang Munculnya Hadis Maudhu’

Ulama hadist berpendapat bahwa munculnya hadis maudhu’ adalah pada tahun 40 H pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, ketika terjadi pertikaian politik.[6] Namun Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadist tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam. Adabeberapa motif yang mendorong mereka membuat hadist palsu, antara lain adalah :
  1. Pertentangan Politik
Perpecahan umat Islam akibat pertanyaan politik yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib sangat besar berpengaruh terhadap pemunculan hadist-hadist palsu. Masing-masing golongan berusaha mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu, salah satunya adalah membuat hadist palsu. Akibat perpecahan politik ini, golongan syi’ah membuat hadist palsu. Golongan inilah yang pertama-tama membuat hadist palsu. Ibnu Al-Mubarak mengatakan :

الدِّيْنُ لأَِهْلِ اْلحَدِيْثِ وَاْلكَلاَمُ وَاْلخَيْلُ لأَِهْلِ الرَّأْيِ وَاْلكَذِبُ لِلرَّا فِضَةِ .
Hammad bin Salamah pernah meriwayatkan bahwa ada salah seorang tokoh Rafidah berkata, “Sekiranya kami pandang baik, segera kami jadikan hadist.” Imam Safi’i juga pernah berkata, “Saya tidak melihat pemuas hawa nafsu yang melebihi sekte Rafidah dalam membuat hadis palsu.”[7]
  1. Usaha Kaum Zindiq
Kaum Zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama atau pun sebagai dasar pemerintahan. Mereka merasa tidak mungkin dapat melampiaskan kebencian melalui konfrontasi dan pemalsuan Al-Qur’an, sehingga menggunakan cara yang paling tepat dan memungkinkan, yaitu melakukan pemalsuan hadist, dengan tujuan menghancurkan agama Islam dari dalam. Ketika Abdul Al-Karim ibnu Auja hendak dihukum mati oleh Muhammad bin Sulaiman bin Ali, ia mengatakan, “Demi Allah saya telah membuat hadist palsu sebanyak 4.000 hadist.” Hammad bin Zaid mengatakan, “Hadist yang dibuat kaum Zindiq ini berjumlah 12.000 hadist.”[8]Contoh hadist yang dibuat oleh golongan zindiqah antara lain :
اَلنَّظْرُ اِلَى اْلوَجْهِ اْلجَمِيْلِ صَدَقَةٌ
  1. Sikap Fanatik Buta terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, Negeri, dan Pimpinan
Salah satu tujuan membuat hadist palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompok, dan sebagainya. Golongan Ash-Syu’ubiyah yang fanatik terhadap bahasa Persi mengatakan, “Apabila Allah murka, Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan apabila senang, Dia menurunkan dalam bahasa Persi.” Sebaliknya, orang Arab yang fanatik terhadap bahasa mengatakan, “Apabila Allah murka, Dia menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan apabila senang, Dia menurunkannya dengan bahasa Arab.”[9]
  1. Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadist ini bertujuan untuk memperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya.[10] Hadist yang mereka katakan terlalu berlebih-lebihan. Sebagai contoh dapat dilihat pada hadist :
مَنْ قَالَ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَائِرًا مَنْقَارُهُ مِنْ ذَهَبٍ وَرِيْشُهُ مِنْ مَرْجَانٍ.
  1. Perselisihan dalam Fiqih dan Ilmu Kalam
Munculnya hadist-hadist palsu dalam masalah-masalah fiqih dan ilmu kalam ini berasal dari para pengikut Madzhab. Mereka melakukan pemalsuan hadist karena didorong sifat fanatik dan ingin menguatkan madzhabnya masing-masing.
Di antara hadis-hadis palsu, adalah :
a.       “Siapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat, maka shalatnya tidak sah.”
b.      “Jibril menjadi imamku dalam shalat di Ka’bah, ia (Jibril) membaca basmalah dengan nyaring.”
c.       “Siapa yang mengatakan Al-Qur’an makhluk, niscaya ia telah kufur kepada Allah.”[11]
  1. Membangkitkan Gairah Beribadah, Tanpa Mengerti apa yang dilakukan
Banyak di antara ulama yang membuat hadist palsu dengan asumsi bahwa usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah dan menjunjung tinggi agama-Nya. Mereka mengatakan, “Kami berdosa semata-mata untuk menjunjung tinggi nama Rasulullah dan bukan sebaliknya.” Nuh bin Abi Maryam telah membuat hadist berkenaan dengan fadhilah membaca surat-surat tertentu dalam Al-Qur’an.
 Ghulam Al-Khalil (dikenal ahli Zuhud) membuat hadist tentang keutamaan wirid dengan maksud memperhalus qalbu manusia. Dalam kitab Tafsir Ats-Tsalabi, Zamakhsyari, dan Baidawi terdapat banyak hadist palsu, begitu juga dalam kitab Ihya Ulum Ad-Din.[12]
  1. Menjilat Penguasa
Giyas bin Ibrahim merupakan tokoh yang banyak ditulis dalam kitab hadist sebagai pemalsu hadist tentang “Perlombaan”. Matan asli sabda Rasulullah SAW berbunyi :
لاَ سَبَقَ اِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍ
Kemudian Giyas menambah kata  dalam akhir hadist agar diberi hadiah atau mendapat simpatik dari khalifah Al-Mahdi. Setelah mendengar hadiah tersebut, Al-Mahdi memberikan hadiah sepuluh ribu dirham, namun ketika Giyas hendak pergi, Al-Mahdi menegur, seraya berkata, “Aku yakin itu sebenarnya merupakan dusta atas nama Rasulullah SAW”. Menyadari hal itu, khalifah memerintahkan untuk menyembelih merpatinya.[13]
Beberapa motif pembuatan hadist palsu di atas, dapat dikelompokkan menjadi :
à    Adayang sengaja,
à    Adayang tidak sengaja merusak agama,
à    Adayang karena merasa yakin bahwa membuat hadist palsu diperbolehkan,
à    Adayang karena tidak tahu gila dirinya membuat hadist palsu.[14]
Tujuan mereka membuat hadist palsu ada yang negatif dan ada pula yang mempunyai nilai positif. Apapun alasan mereka, perlu ditegaskan bahwa membuat hadist palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan, karena hal ini sangat bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW :
فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مَتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ[15].

C.     Kaidah-kaidah untuk mengetahui Hadis Maudhu’

1.      Atas dasar pengakuan para pembuat hadist palsu.
2.      Maknanya rusak.
3.      Matannya bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan Al-Qur’an atau hadist yang lebih kuat atau ijma’.
4.      Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil.
5.      Perawinya dikenal seorang pendusta.[16]

















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan  

Pengertian Hadist maudhu’ adalah hadist yang dibuat-buat atau diciptakan atau didustakan atas nama Nabi Muhammad SAW. Ulama hadist berpendapat bahwa munculnya hadis maudhu’ adalah pada tahun 40 H pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, ketika terjadi pertikaian politik. Namun Berdasarkan data sejarah, pemalsuan hadist tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam. Tujuan mereka membuat hadist palsu ada yang negatif dan ada pula yang mempunyai nilai positif. Apapun alasan mereka, perlu ditegaskan bahwa membuat hadist palsu merupakan perbuatan tercela dan menyesatkan. Terdapat beberapa cara untuk mengetahui sebuah hadist maudhu’, antara lain:
1.      Atas dasar pengakuan para pembuat hadist palsu.
2.      Maknanya rusak.
3.      Matannya bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan Al-Qur’an atau hadist yang lebih kuat.
4.      Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil.
5.      Perawinya dikenal seorang pendusta.

B. Saran

Setelah membaca dan memahami makalah ini, penulis berharap para pembaca mendapat manfaat agar lebih teliti dan cermat dalam memilih hadist-hadist yang kaitannya digunakan sebagai hujjah atau dasar, karena dari sekian hadist yang ada ternyata ada banyak sekali hadist yang berdusta dan bukan merupakan sabda Nabi SAW, melainkan hanya perkataan oranmg atau kelompok tertentu.

DAFTAR PUSTAKA


Mudasir. Ilmu Hadist. Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Rofiah, Khusniati. Studi Ilmu Hadist. Ponorogo: STAIN PO Press, 2010.



















[1] Mudasir, Ilmu Hadist (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 170.
[2]Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadist (Ponorogo: STAIN PO Press, 2010), 139.
[3] Mudasir, 171.
[4] Ibd, 171.
[5]Khusniati Rofiah, 139.
[6] Ibid, 139.
[7] Mudasir, 173-174.
[8] Ibid, 175.
[9] Ibid, 175.
[10] Ibid, 176.
[11] Ibid, 176-177.
[12] Ibid, 177.
[13] Ibid, 178.
[14] Ibid, 178.
[15] Ibid, 178.
[16] Ibid, 178-179.

0 komentar:

Posting Komentar